GURU GENERASI MILLENIAL GARDA UTAMA DALAM MEMBENTENGI GENERASI JAMAN NOW HINGGA GENERASI JAMAN OLD DARI VIRUS HOAKS

GURU GENERASI MILLENIAL GARDA UTAMA DALAM MEMBENTENGI GENERASI JAMAN NOW HINGGA GENERASI JAMAN OLD DARI VIRUS HOAKS

Definisi Hoaks, Penyebaran Serta Dampak Negatifnya

Hoaks, merupakan kata serapan dari kata Hoax dalam bahasa inggris dan sudah terdaftar di kamus besar bahasa Indonesia yang berarti suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menipu atau menjebak.  Kata hoaks (Hoax) menurut ahli filologi inggris, Robert Nares, muncul pada akhir abad ke 18. Asal kata hoaks diduga dari kata “Hocus” yang artinya  jelas-jelas “untuk menipu”.  Tindakan berbohong yang dilakukan oleh seseorang itu bisa juga mengarah ke tingkatan yang lebih keji, yaitu fitnah. Mengatakan suatu pernyataan mengenai seseorang padahal orang tersebut tidak melakukannya.

Seiring kemajuan teknologi yang sangat pesat, persebaran arus komunikasi dan informasi semakin mudah untuk di akses oleh siapapun, kapanpun dan di manapun. Akses praktis jejaring komunikasi dan media sosial menjadi sorotan utama dalam penyebaran berita hoaks. Penyebaran berita hoaks tersebut bisa berupa potongan gambar ‘meme’, penyalahgunaan gambar kejadian yang dipakai untuk menguatkan deskripsi kebohongan berita, berita-berita palsu, cuitan-cuitan kebohongan pada media sosial dan juga video yang berisi informasi palsu pula. Hoaks-hoaks tersebut sangat banyak jumlahnya di kanal instagram, twitter, facebook, youtube dan kanal media sosial lainnya.

Berdasarkan data laporan pengaduan konten negatif yang masuk ke kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada Januari hingga April 2017 laporan yang masuk tentang hoaks mencapai 5.864. Isi dari berita hoaks tersebut beraneka ragam, dan yang paling krusial adalah masalah agama, politik, sosial serta fenomena alam. Penyebaran berita hoaks di media sosial memiliki ciri sebagai berikut:

1. Umumnya pelaku penyebar akan mengambil salah satu foto untuk diedit sedemikian rupa dan diberikan tulisan-tulisan tertentu yang ditujukan untuk menguntungkan salah satu golongan dan merugikan golongan yang lain.

2. Pelaku hoaks umumnya menggunakan akun anonim (akun dengan nama palsu) untuk membuat berita hoaks dan menyebarkannya di berbagai media sosial. Berita tersebut memiliki judul yang tendensius sehingga membuat orang lain penasaran dengan judul dari berita tersebut. Bahkan, tidak sedikit orang yang langsung percaya dengan judul tersebut dan menyebarkannya tanpa membaca isi dari berita dan mencari kebenaran dari berita tersebut.

3. Pelaku hoaks memiliki akun media sosial yang banyak untuk menyebarkan berita yang telah di unggah, mengomentari dan menggiring opini dengan kalimat-kalimat yang bisa membuat pembaca lainnya yakin bahwa berita tersebut adalah berita yang valid.

Dampak Negatif Apa Saja yang Bisa Ditimbulkan dari Berita Hoaks?

Dikutip dari laman https://dapoyster.wordpress.com/2017/02/10/4-dampak-hoax-yang-merugikan/  sedikitnya ada empat dampak negatif hoaks yaitu: 1) Merugikan suatu pihak, 2) Memberikan reputasi buruk akan seseorang/sesuatu, 3) Menyebarkan fitnah dan 4) Menyebarkan informasi yang salah. Dampak yang paling parah adalah yang ke tiga yaitu menyebarkan fitnah. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. (Q.S : 2; 191)”.
 Banyak sekali kerugian yang diakibatkan dari suatu fitnah. Bahkan perang yang sudah dan masih berlangsung di berbagai Negara juga terjadi dikarenakan berita hoaks dan fitnah. Dampak  hoaks bisa saja lebih dari keempat dampak yang sudah disebutkan, hoaks tidak semata mengenai reputasi pihak korban yang dijadikan hoaks, namun banyak hal kompleks lainnya yang disebabkan oleh hoaks.


Peran Guru Millenial dalam Membentengi Arus Penyebaran Berita Hoaks

Sebagai guru, terutama guru muda yang melek teknologi dalam hal ini sebutan keren bagi guru tersebut adalah guru “Millenial” memiliki peran yang sangat penting untuk membendung arus persebaran berita hoaks. Sasaran utama bagi guru millennial tersebut adalah para murid serta guru tua yang cenderung mudah percaya dengan berita hoaks. Perlu diketahui mengapa guru tua, atau guru jaman old bisa dibilang kurang dalam hal literasi informasi sehingga menganggap semua berita yang didapat adalah berita benar. Akan tetapi, tidak dipungkiri pula guru millenial juga bisa menjadi korban berita hoaks. Karena, menurut pandangan psikologis, ada dua factor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah percaya pada berita hoaks yaitu adanya perasaan yang terafirmasi atau subjektifitas seseorang dalam menanggapi opini dan juga dipengaruhi Anonimitas pesan hoaks itu sendiri. Jadi, siapapun bisa menjadi korban berita hoaks.

Pemberian informasi kepada para siswa sekolah menengah atas (SMA) mengenai bahaya hoaks merupakan langkah tepat untuk membendung penyebaran hoaks di dunia maya. Pasalnya, anak usia SMA merupakan pengguna aktif di berbagai media sosial. Dengan mengedukasi siswa SMA diharapkan mereka bisa berpartisipasi untuk mengklarifikasi setiap berita hoaks yang mereka jumpai, atau setidaknya mereka tidak ikut menyebarkan berita hoaks.

Lalu, bagaimana cara mengidentifikasi hoaks yang benar agar mudah dipahami terutama bagi siswa SMA? Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoaks Septiaji Eko Nugroho yang dimuat pada laman kominfo.go.id menguraikan lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoaks dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:

1. Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.

2. Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.

Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

5. Ikut serta grup diskusi anti-hoaks
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoaks, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Tidak peduli guru bidang mata pelajaran apapun, seorang guru harus bisa mengedukasi para murid untuk lebih tanggap terhadap berita hoaks. Guru bisa memberikan penjelasan kepada murid di sela-sela jam mengajar di kelas. Tentunya dengan gaya bahasa yang mudah untuk dipahami anak usia sekolah. Kaitannya dengan hal itu, berikut kiat-kiat yang bisa dilakukan guru untuk memberikan pemahaman kepada siswa:

1. Pastikan anda menguasai dan membuat suasana kelas menjadi terkendali sehingga bisa mengambil perhatian siswa.

2. Sampaikan salah satu berita terkini yang ada kaitannya dengan berita hoaks.

3. Ajak siswa untuk berpikir secara logis untuk mencermati isi berita yang disampaikan oleh anda dan membandingkan dengan berita yang lain.

4. Setelah siswa paham bahwa berita yang anda sampaikan adalah berita hoaks. Ceritakan kisah nyata yang merupakan dampak negatif dari berita hoaks. Dalam hal ini tentunya anda harus pandai bercerita.

5. Ajak siswa untuk lebih peduli dalam menanggapi berita hoaks di media sosial dengan cara turut mengklarifikasi setiap berita hoaks yang mereka jumpai, atau minimal  dengan tidak ikut menyebarkan berita hoaks.

6. Tanamkan kepada siswa sikap berani menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Dan dorong siswa untuk berani menanggapi berita hoaks yang disebarkan di grup Whatsapp pertemanan maupun grup keluarga. Karena banyak sekali berita hoaks yang disebarkan melalui grup Whatsapp.

Selain terhadap murid, guru millennial juga harus berani menyampaikan klarifikasi berita hoaks yang telah disebarkan oleh kolega di sebauh grup Whatsapp guru misalnya. Meskipun terkadang sebagai guru muda masih cenderung sungkan untuk menanggapi postingan guru senior, akan tetapi untuk masalah berita hoaks, guru muda harus menjadi garda depan dalam menghalau menyebarnya berita hoaks, dan harus ingat pastikan menggunakan cara yang halus dan sopan dalam menyampaikan kebenaran. Pastinya, guru senior akan bisa memahami jika apa yang telah disebarkan adalah berita hoaks dan sudah ada klarifikasi yang terpercaya.

Tidak jauh beda dengan cara yang disampaikan kepada para murid dan kolega guru. Pentingnya menanamkan pengetahuan bagaimana cara mengidentifikasi berita hoaks juga harus kita sampaikan terhadap keluarga. Karena tidak jarang anggota keluarga saling berseteru dikarenakan berita palsu yang mungkin menimpa dirinya.

Pernah suatu ketika ada salah seorang guru mngirimkan foto beserta artikel tentang fenomena munculnya dua matahari di kutub utara di grup WA guru. Dari artikel tersebut memiliki judul tendensius dan berisi tentang kabar tanda kiamat sudah datang juga disertai bukti-bukti ilmiah sehingga bagi orang awam, bisa dengan mudah percaya dengan berita hoaks tersebut. Beberapa guru lainnya menangapi berita tersebut dengan beragam ekspresi. Ada yang langsung percaya dengan membuktikan teori fisika, ada juga yang tidak percaya. Kemudian, saya dan teman saya yang merupakan guru muda di sekolah tempat saya mengajar, menanggapi berita tersebut dengan klarifikasi yang logis dan bukti kebohongan berita tersebut. Saya menjelaskan tentang teknik manipulasi photoshop yang dengan mudah mengkreasikan berbagai macam foto sesuai keinginan pembuatnya. Tidak hanya itu, saya juga memosting klarifikasi berita hoaks tersebut dari alamat website yang bisa dipercaya. Akhirnya perdebatan argument tentang fenomena matahari ganda tersebut berangsur reda dan notifikasi WhatsApp kembali tenang.


Turn Back Hoax

Apabila menjumpai informasi hoaks, lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tersebar. Pengguna internet bisa melaporkan hoaks tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media. Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoaks sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut. Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram. Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id. Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoaks dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoaks.

Kemudahan mengakses informasi seharusnya bisa membuat orang semakin berkreasi dan berinovasi untuk mengukir prestasi. Bukan sebaliknya, diberikan kemudahan malah dipakai untuk menyebarkan kebohongan, fitnah dan kebencian hanya untuk menuruti nafsu yang telah terkontaminasi hasutan setan. Masyarakat Indonesia harus bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi. Siapapun kalian, berprofesi sebagai apapun. Jadilah yang pertama untuk menyegah dan mengklarifikasi beredarnya berita hoaks.

#AntiHoax #PGRIJATENG #MARIMAS
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MARI BERSAMA GURATKAN KATA UNTUK MENGUBAH DUNIA
free counters

Total Tayangan