Tarawih

*Tarawih Ada salah satu teman saya yang bertanya-tanya kepada saya perihal Sholat Tarawih, maklum shalat sunnah yang satu ini termasuk istimewa karena hanya dilakukan pada malam hari di bulan Ramadhan. Teman saya rupanya sangat haus informasi mengenai perbedaan-perbedaan yang dilakukan oleh umat islam dalam melakukan praktek sholat tarawih. Dimulai dari jumlah raka'atnya, berapa raka'at satu kali salam, hingga keutamaan shalat tarawih itu dilakukan secara berjama'ah atau sendirian. Sepintas saya enggan untuk menanggapi pertanyaan teman saya tersebut, karena 1. saya tidak menguasai atau bukan ahli dalam ilmu Fikih, 2. teman saya itu pasti salah orang dalam bertanya, dan yang ke 3. berkemungkinan teman saya itu lebih memahami jawaban yang ia tanyakan dibandingkan saya. Berhubung teman saya itu terus meminta jawaban atas pertanyaannya tadi kepada saya, dan meyakinkan bahwa dia tidak sedang menguji jawaban saya. Akhirnya saya mau menjawab sesuai dengan yang saya ketahui perihal masalah itu tapi dengan satu syarat, Tidak boleh protes dengan jawaban saya. Perlu diketahui, shalat tarawih merupakan ibadah sunnah yang dikerjakan pada malam hari di bulan ramadhan atau bisa disebut dengan Qiyamul lail. Berhubung saya tidak hafal dengan hadis-hadis yang mendasari amalan ibadah sunnah tersebut, maka saya menjawabnya dengan bercerita dan berbicang ringan khususnya berkenaan dengan masalah perbedaan jumlah raka'at dan pertanyaan lainnya dari teman saya tersebut. Suatu ketika, ada seorang Kyai memberikan tugas kepada empat orang santrinya untuk memanen buah di kebun milik pak Kyai itu. Pak Kyai memberikan kebebasa santri untuk membawa keranjang berapapun, delapan keranjang boleh, dua puluh keranjang juga boleh bahkan tiga puluh enam keranjang juga boleh. Juga pak Kyai berjanji akan memberikan upah yang setimpa dengan hasil yang diperoleh para santri. Keempat santri tersebut lantas bergegas menuju kebun untnuk melaksanakan tugas pak Kyai yang sangat mereka hormati. setelah sampai di kebun, ternyata hanya dua santri saja yang melaksanakan tugas pak kyai untuk memanen buah. Santri A berinisiatif menggunakan delapan keranjang yang telah tersedia untuk mewadahi buah hasil petikannya. Santri B berinisiatif menggunakan lebih banyak keranjang yaitu duapuluh keranjang untuk mewadahi buah hasil petikannya itu. Sedangkan santri C, rupanya santri C ini belum lihai untuk memetik buah, takut ketinggian dalam memanjat pohon untuk memetik buah. Namun santri C ini mengamati kedua temannya yaitu santri A dan santri B bagaimana mereka melakukannya dari mulai memanjat pohon hingga ketangkasan mereka memetik buah yang jauh dari jangkauan. Tidak hanya sampai disitu, santri C juga turut membantu mengumpulkan buah yang jatuh ke tanah. Di lain sudut kebun, terlihat santri D yang terkenal pemalas hanya duduk-duduk sambil merokok. Mumpung tidak ketahuan pak Kyai menurutnya. Dia sama sekali tidak mempedulikan tugas yang diberika pak Kyai kepadanya. tidak hanya itu, malahan santri D ini menggerutu dalam perjalanan tadi "Kaya tidak ada kegiatan yang lain saja nih pak Kyai, saya di sini kan untuk belajar, bukan untuk membantu panen buah! Paling buahnya masam, saya bisa beli sendiri di pasar." Alhasil, santri D tersebut ketika sampai di kebun hanya duduk, merokok, dan bermain ponsel yang ia bawa secara sembunyi-sembunyi selama berada dipondok. Bukan santri D namanya jika tidak jahil, santri D juga memprovokatori semua santri untuk memboikot tugas pak Kyai dalam memanen buah. Namun, kalimat provokasi santri D tidak berpengaruh pada ketaatan santri A dan B, hanya santri C yang sedikit terprovokasi meski akhirnya santri C sedikit-sedikit membantu santri A dan B. Ah, ternyata tidak hanya sampai disitu saja. jika kita perhatikan apa yang dilakukan oleh santri A dan B, mereka sangat bervariasi dalam memasukkan buah tersebut ke dalam keranjang. Ada yang memasukkan buah tersebut dua buah sekali masuk dalam keranjang, juga ada yang memasukkan buah tersebut empat buah sekali masuk ke dalam keranjang. Mereka memiliki inovasi sendiri agar buah tersebut bisa tertata rapi dalam keranjang. Hey, lantas siapa yang akan diberi imbalan paling banyak oleh pak Kyai diantara santri A dan B yang telah melakukan tugas pak Kyai dengan baik? Jika dinilai secara kuantitas, tentu santri B yang akan memperoleh imbalan lebih banyak dibandingkan santri A. Hal ini jika dilihat dari segi kuantitas. Namun tidak begitu teman, ternyata pak Kyai menilai bukan dari segi kuantitas banyaknya buah yng berhasil dipanen. Pak Kyai juga menilai tugas tersebut berdasarkan kualitas buah yang dipanen. Apakah buah yang dipanen tersebut matang, mentah atau bahkan busuk. Nah teman, kamu bisa menilai sendiri bagaimana penilaian diantara kedua santri tersebut. Belum tentu santri B yang mendapatkan hasil panen buah banyak yang diberikan hadiah lebih banyak oleh pak Kyai. Begitu juga sebaliknya. hal ini jika dinilai dari sisi kuantitas dan kualitas. Namun bagaimana jika kualitas buah yang dipanen santri A sama bagusnya dengan kualitas buah yang dipanen oleh santri B? Allah lebih mengetahui sesiapa yang lebih baik diantara mereka teman. yang pasti yang lebih jelek diantara mereka yaitu santri yang tidak mau melaksanakan tugas pak Kyai, berpikiran negatif dengan perintah pak Kyai dan bahkan memprovokasi teman lainnya untuk tidak melaksanakan tugas pak Kyai. Berkenaan dengan dilakukan secara berjama'ah atau sendirian di rumah, hal itu sudah sangat jelas teman. Terakhir, saya katakan kepada teman saya, "Maaf, saya hanya bisa bercerita"

Obrolan Seputar Hilal bareng Keponakanku

*Obrolan Seputar Hilal bareng Keponakanku Beberapah hari lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, bulan yang sangat dirindu-rindukan ummat islam, bulan yang keberkahannya tidak hanya bagi ummat islam namun juga bagi seluruh ummat manusia dan alam semesta. Berbagai macam produk makanan dan minuman telah menghiasi layar televisi, dan berbagai macam produk lainnya yang turut mewarnai ramadhan, kembang api dan petasan juga tak mau ketinggalan, itu yang sering menonjol dalam mengikuti hiruk pikuk bulan mulia ini. Eits... jangan salah, tidak hanya itu ternyata kawan. Coba perhatikan di masjid-masjid dan mushola, di tempat-tempat mulia itu juga tidak kalah seru dalam menyambut bulan seribu berkah ini. Jadwal-jadwal pesantren ramadhan telah tersusun rapi, jadwal pembagian ta’jil, jadwal imam sholat tarowih, jadwal pengisi mau’idhoh hasanah sebelum sholat tarowih dan sesudah sholat shubuh juga telah tersusun rapi. Begitu keren bukan? Tidak hanya itu, dikalangan akademisi juga tidak mau kalah dalam gegap gempita menyambut bulan ramadhan. Namanya juga kalangan akademisi, pastinya lebih teoritis dan praktis yang memiliki referensi khasanah bidang keilmuan terpercaya dalam penyambutannya. Ada berbagai macam cara yang dilakukan kalangan akademisi dalam turut serta penyambutan bulan ramadhan setiap tahunnya. Dari penentuan tanggal satu ramadhan, pembuatan jadwal imsakiyah dan ifthor, misi dakwah untuk berburu ladang pahala yang berlipat ganda dan masih banyak yang lainnya. Bicara masalah penentuan tanggal satu ramadhan, ini merupakan permasalahan yang cukup menarik untuk diamati, terutama di indonesia. Secara terbuka saja, di Indonesia ada dua organisasi islam terbesar di dunia yang memiliki pengaruh dalam menentukan penanggalan hijriyah tersebut. Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. Jauh hari ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin telah mengumumkan bahwa tanggal satu ramadhan pada tahun ini bertepatan dengan tanggal sembilan Juli tahun 2013. Namun berbeda dengan Nahdhatul Ulama (NU). PBNU melalui ketua umumnya KH. Said Aqil Sirodj menunggu keputusan sidang istbat oleh pemerintah indonesia yang diwakili oleh kementrian agama terlebih dahulu. Dua ormas keagamaan ini sama-sama memiliki landasan yang kuat, dan memiliki hujjah yang berdasar pada hadis dan nash Alqur’an. Perbedaan penentuan penanggalan hijriyah khususnya pada penanggalan yang menyangkut hari besar ummat islam merupakan suatu hal yang sangat klasik. Umumnya perbedaan itu kental terjadi di Indonesia. Padahal perbedaan ini juga telah terjadi jauh pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Mengapa di Indonesia terjadi demikian? Bukankah suatu perihal yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu merupakan tanggung jawab pemerintah? Nah begitulah, masing-masing ormas keagamaan fanatis terhadap keyakinan furuiyah yang mereka yakini, dan tidak memedulikan pemerintah yang menjadi ulul amri dan yang diharapkan mampu menjembatani perbedaan tersebut. Disini saya ingin bercerita sedikit mengenai perbedaan penentuan tanggal satu ramadhan di tahun ini. Cerita ini berdasar percakapan saya dengan keponakan saya pagi tadi. Keponakan saya yang berumur sepuluh tahun dan menginjak sebelas tahun di bulan november nanti keingintahuannya akan perbedaan penetuan tanggal satu ramadhan sangat besar. Sampai-sampai saya harus memutar otak untuk merangkai jawaban yang mudah dicerna untuk anak seumuran keponakanku ini. Seperti biasa di pagi hari setelah semua pekerjaan rumah usai, saya dan keponakan saya duduk-duduk di beranda rumah untuk sekedar becanda dan bincang-bincang ringan. Setelah ngobrol dan becanda ke sana-ke sini, sampailah obrolan yang menuju pada aktivitas bulan ramadhan. Keponakanku ini terbiasa memanggilku dengan panggilan “Lek” “Lek, puasa besok pilih tanggal berapa? Tanggal sembilan atau sepuluh?” keponakanku dengan nada serius bertanya mengenai pendapat saya dalam menentukan pilihan awal puasa. “Wah kalau aku sih yang pasti puasa di tanggal satu ramadhan hahaha... kalau tanggal sembilan atau sepuluh berarti puasanya bolong delapan atau sembilan hari noh? Tidak sebulan penuh kalau begitu puasanya!” dengan santai dan nada becanda saya menanggapi pertanyaan keponakan saya. “Tenanan kog... kalau itu sih aku juga paham... yang aku maksud itu tanggal mulai awal puasanya bertepatan dengan tanggal sembilan Juli atau sepuluh Juli lek??” raut muka keponakanku semakin serius bertanya meski dia juga tak tahan untuk ikut tertawa. “Menunggu keputusan sidang istbat pemerintah dek, kalau pemerintah menetapkan awal puasa di tanggal sembilan Juli, ya manut... kalau di tanggal sepuluh Juli ya manut... tapi yang pasti tu puasanya di tanggal satu ramadhan kog dek, siapapun pasti sepakat!” Saya dan keponakan saya tertawa lepas meski keponakan saya masih berontak dan menyiapkan amunisi untuk menanyakan lebih lanjut mengenai keputusan tersebut. “Kog bisa berbeda itu kenapa to lek? Mbok yao sama kan lebih rukun..” “Ya begitulah dek, perbedaan itu kan indah... seperti pelangi, memiliki berbagai warna dalam satu formasi lengkung di atas langit. Begitu juga dengan Islam, perbedaan-perbedaan yang timbul itu seharusnya bisa menjadikan lebih bijak dalam menanggapinya!” “Lalu alasannya kenapa kog tanggal satu ramadhannya berbeda itu bagaimana lek?” Pertanyaan keponakan saya ini cukup susah kujawab, pasalnya saya juga tidak begitu memahami tentang ilmu falakiyah dan astronomi. Namun, berdasar dari beberapa sumber bacaan terpercaya yang pernah saya baca mudah-mudahan bisa mengobati rasa keingintahuannya itu. “Begini dek, Muhammadiyah dan NU memiliki dasar tersendiri yang dijadikan pedoman dalam menentukan penanggalan hijriyah. Kalau menurut Muhammadiyah, satu ramadhan itu terjadi ketika matahari, bumi, bulan itu sudah berada pada satu garis lurus yang disebut ijtima’ atau pertemuan satu garis lurus antara matahari, bumi dan bulan. Jika itu sudah terjadi, maka besoknya itu sudah bisa dikatakan sebagai tanggal satu ramadhan. Nah, pada hari senin tanggal delapan Juli besok ini, menurut perhitungan astronomi atau yang biasa disebut Hisab, kedudukan matahari, bumi dan bulan itu sudah pada satu garis lurus yang disebut ijtima’.” “Loh, bukannya kalau matahari, bumi, dan rembulan itu terletak pada satu garis lurus itu terjadi gerhana bulan ya lek?” Imajinasi keponakan saya dalam memvisualisasikan keterangan saya itu ternyata belum sampai, kemudian perlahan saya melanjutkan penjelasan mengenai ijtima’. “Memang sih, kalau posisi matahari, bumi dan bulan terletak pada satu garis lurus itu bisa terjadi gerhana bulan, tapi posisi tersebut hanya berlaku ketika bulan pada tanggal purnama dek. Tapi kalau ijtima’ yang dimaksudkan ini, bulan terletak pada posisi penanggalan bulan muda. Di pelajaran IPA kemarin ada kan? Posisi bulan muda, bulan sabit, bulan purnama dan bulan tua?” “Ooo.. begitu to?” Kali ini keponakanku tidak protes, karena mungkin ini pengetahuan baru bagi dia. “Lalu, untuk NU bagaimana lek?” “Kalau NU, itu menggunakan metode ru’yat dek. Melihat dengan mata telanjang atau sekarang sesuai dengan kemajuan jaman, bisa menggunakan bantuan teropong untuk melihat bulan muda yang disebut Hilal. Nah, jika hilal tersebut sudah bisa terlihat dengan ketinggian tertentu, maka baru bisa dipastikan untuk esok harinya itu merupakan tanggal satu ramadhan.” Berhubung keponakan saya ini juga suka mengikuti acara berita di televisi mengenai penentuan tanggal satu ramadhan, maka pertanyaannya masih lanjut. “Lha berarti, jika tadi pada tanggal delapan Juli, menurut Muhammadiyah sudah ada bulan baru, kenapa kog NU tidak sependapat lek?” Pertanyaannya semakin rumit nih. “Mari kita ilustrasikan begini dek, pada tanggal delapan kan baru terjadi ijtima’ matahari, bumi dan bulan. Entah terjadi pada jam berapa aku juga belum paham. Berarti posisi dan bentuk bulan masih sangat rendah dan tipis sekali kan dek? Akan sangat sulit untuk bisa dilihat dengan teropong secanggih apapun, itu menurut ahli astronomi sih... dan NU memperhitungkan dengan penuh seksama dan membuat kesepakatan bersama dengan pakar astronomi sepakat bahwa tinggi hilal yang bisa di ru’yat itu sekitar dua derajat. Bahkan dengan ketinggian dua derajat itu, hilal masih sangat kecil dan sulit untuk dilihat. Pemerintah bekerjasama dengan lajnah falakiyah NU, para pakar astronomi dan berbagai pakar lainnya melakukan kegiatan ru’yatul hilal atau melihat hilal dari berbagai titik daerah di Indonesia. Tujuannya itu agar mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipercaya dari berbagai tempat. Dan perlu diketahui dek, semua peserta yang mengikuti ru’yatul hilal itu telah bersertifikasi dan telah disumpah untuk melaporkan hasil yang diamatinya.” “Dek Gandhang mandi...” Tiba-tiba suara perintah untuk mandi dari ibu keponakan saya yang merupakan kakak saya memecahkan keseriusan kami dalam bercerita mengenai hilal. “Nggih buk... niki lho, nembe cerito-cerito riyen...” Keponakanku yang rupanya tengah asik mendengarkan penjelasan saya, enggan untuk menanggapi perintah ibunya itu. “Sekarang!!! Lek Wawan juga...” Untuk perintah yang satu ini tidak dapat ditawar lagi, saya dan keponakan saya lari tunggang langgang untuk segera mengambil handuk dan berebut kamar mandi. “Nanti setelah mandi dilanjutkan lagi ya lek!” Pinta keponakan saya sambil mencopoti bajunya diruang tengah dan segera meluncur ke kamar mandi. Lima belas menit berlalu, saya dan keponakan saya telah rapi, wangi dan tambah ganteng usai mandi. Kemudian dengan tidak sabar, keponakan saya menuju ke kamar saya untuk menagih janji meneruskan cerita saya mengenai hilal. “Ayo lek lanjutkan ceritanya!” “Ada syaratnya haha...” bukan saya namanya kalau tidak mencandainya terlebih dulu, memanfaatkan keseriusan keponakan saya dalam melanjutkan penjelasan tadi. “Emangnya apa sayaratnya lek?” seolah menantang dan sanggup untuk melakukan persyaratan demi sepotong cerita yang masih dipenasaraninya. “Pijitin aku dulu hehe...” “Wegah!!!!!” “Kalau tidak mau ya udah” “Haiyaaahhh senengane.... ya ya.. nie tak pijitin...” Meski dengan muka penuh protes, tapi kali ini saya yang menang! “Ceritanya emang tadi sampai mana dek?” tanyaku berpura-pura lupa untuk mengulur waktu. Aslinya sih tinggal sedikit lagi penjelasannya. “Sampai pada pemerintah menentukan hilal itu lho lek...” Sambil mengencangkan pijitannya di pundak saya dan meninju kecil, keponakan saya seakan protes mengetahui kepura-puraan saya itu. “Oh iya ding hehe...” “Cepet to!!!” “Nah tadi kan pemerintah bekerjasama untuk melakukan ru’yatul hilal to dek? Setelah itu, pemerintah yang diwakili oleh menteri agama, siapa hayo nama menteri agama kita?” Dengan nada bengis keponakan saya menjawab pertanyaan yang sangat tidak ingin dia jawab itu. “Surya Dharma Ali. Cepet lanjutkan to!” “Hahaha.. ya ya... besok tu dek, pada tanggal delapan Juli kemungkinan besar hari diadakannya pemantauan hilal atau ru’yatul hilal di seluruh tempat setrategis di Indonesia. Setelah itu, pemerintah mengadakan sidang istbat yang diketuai oleh menteri agama dan dihadiri oleh seluruh ormas islam, ada NU, FPI, PERSIS dan perwakilan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai, negara-negara timur tengah dan masih banyak lainnya. Mungkin seperti tahun-tahun yang lalu, Muhammadiyah tidak berkenan hadir dalam sidang istbat itu.” “Lha kenapa Muhammadiyah tidak mau hadir dalam sidang itu lek?” “Kan Muhammadiyah sudah menetapkan tanggal satu ramadhan bertepatan dengan tanggal sembilan Juli dek, jadi keputusan sidang istbat tidak mempengaruhi ketetapan mereka.” “Ooo... lha terus, kamu pilih puasa di tanggal berapa lek? Ah pasti mengikuti pendapat NU to lek??” “Lha gimana enaknya? Pilih tanggal sembilan juli atau sepuluh juli? Kamu pilih tanggal sembilan juli aja dek, nanti tak pamerin makanan-makanan enak hahaha... aku pilih menunggu keputusan sidang istbat dulu saja kog dek.” “Walah urik.... mendingan kamu puasa tanggal sembilan juli aja lek, nanti kupameri makanan yang enak-enak hahaha...” Obrolan cerita penjelasan tentang penetapan tanggal satu ramadhan dengan keponakan saya diakhiri dengan melanjutkan menonton film-film kartun yang ditayangkan televisi untuk mengisi waktu liburan sekolah. Sungguh sangat disayangkan apabila perbedaan ini tidak bisa disikapi dengan bijak. Dan merupakan tugas pemerintah untuk menjembatani perbedaan tersebut. Tidak ada yang salah dalam mempertahankan pendapat masing-masing, yang tidak diperbolehkan adalah menyalahkan pendapat orang lain. Indahnya perbedaan di Indonesia, yang pemerintahpun menjamin hal itu dalam sebuah undang-undang dasar. Tidak seperti negara lain, yang menekankan satu keputusan dari pemerintah untuk diberlakukan kepada seluruh warga negaranya. Namun dibalik itu semua terdapat kelebihan dan kekurangannya masing-masing. KomentarBagikan

Memancing

Memancing merupakan salah satu hobi yang digemari oleh kaum adam. Telah diketahui bahwa dalam melakukan hobi yang satu ini membutuhkan tingkat kesabaran yang cukup tinggi. Mungkin juga jika diperlukan untuk melatih kesabaran, bisa dipraktekkan kegiatan yang satu ini. Memancing ternyata tidak sekedar untuk mencari ikan untuk dijual, namun sekarang banyak kalangan yang menjadikan hobi yang satu ini menjadi salah satu cabang olahraga yang bonafit. Tidak hanya dilakukan di rawa-rawa, sungai, waduk, namun juga dilakukan ditengah lautan untuk mendapatkan sensasi memancing yang lebih ekstrim. Dalam memancing diperlukan peralatan khusus, antara lain satu paket Joran, pengail, senur, dan umpan. untuk bisa mendapatkan target ikan yang diharapkan, tentunya dipengaruhi juga oleh peralatan memancing tersebut. Jika hanya sekedar peralatan pancing biasa, seperti Joran bambu, senur dan mata kail umum beserta umpan cacing atau katak kecil, itu paling ditujukan untuk mendapatkan target tidak melebihi dari ikan gabus atau ikan lele. memang dua jenis ikan tersebut enak untuk dikonsumsi sih, namun tidak dalam mendapatkan sensasi memancing yang ekstrim seperti memancing di lautan. Yap, berbicara memancing dilautan, pada intinya diperlukan peralatan memancing yang khusus, untuk mendapatkan target ikan yang besar otomatis diperlukan peralatan yang sesuai. Joran baja yang kuat, Senur yang kuat, dan umpan yang khusus pula. Seperti dalam suatu acara di salah satu stasiun televisi yang menayangkan acara memancing, ternyata terdapat teknik-teknik terttentu dalam mengayunkan joran untuk melemparkan umpan ke tengah lautan. Menarik ulur kail untuk memainkan umpan. Dan Strike!! begitu teriakan pemancing ketika umpannya disahut oleh ikan. Tidak berhenti sampai disitu, seorang pemancing perlu melakukan beberapa teknik untuk menarik dan mengulur kail, beradu kekuatan dengan ikan yang sudah terkena mata pancing agar ikan tersebut bisa tertangkap. Pada fase inilah seorang pemancing perlu mengeluarkan teknik dan kekuatan agar ikan tidak lepas. Karena bisa saja jika tidak memiliki teknik dan pola dalam menarik ulur kail, maka ikan pun bisa terlepas. Kepuasan seorang pemancing terletak pada sensasi bertarung dengan ikan dan mampu menggenggam ikan buruannya tersebut. Meski tak jarang pula mereka melepaskan kembali ikan tersebut. *Mungkin penjelasan saya mengenai memancing terlalu panjang. Padahal yang ingin saya sampaikan adalah filosofi dari memancing itu sendiri (terbawa suasana bercerita). Semoga pesan saya dapat tersampaikan dari penjelasan memancing di atas.
MARI BERSAMA GURATKAN KATA UNTUK MENGUBAH DUNIA
free counters

Total Tayangan