MENANAMKAN BUDAYA MEMBACA PADA
SISWA SEKOLAH DASAR
Pemerintah
republik Indonesia melalui peraturan menteri pendidikan telah berusaha untuk
meningkatkan budaya membaca bagi siswa-siswi di semua jenjang sekolah dari
dasar hingga menengah atas. Peraturan tersebut dikemas dalam wadah Kurikulum
2013 yang telah disempurnakan melalui berbagai revisi. Penekanan membudayakan
literasi telah menjadi sendi dari penerapan proses pembelajaran yang tertulis
jelas pada perangkat pembelajaran (RPP). Selain itu, pembiasaan membaca juga
diterapkan pada jam di luar jam
pembelajaran, yaitu 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai. Pembiasaan tersebut
tertuang pada Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Namun, untuk menyukseskan
rencana besar itu, dibutuhkan suatu pembiasaan yang harus terus menerus
dilakukan sejak usia dini dan dibutuhkan konsistensi yang sangat besar.
Penerapan
pembiasaan budaya membaca sejak dini di era kemajuan teknologi yang sangat
pesat ini menghadapi tantangan yang sangat berat. Pola asuh orang tua yang
memberikan gawai kepada anaknya dikarenakan anak mencontoh perilaku orang tua
yang tidak bisa lepas dari gawai, menjadikan anak kurang bisa peduli dengan
lingkungan di sekitar. Otomatis, hal ini menjadikan peran guru sebagai pihak
yang seharusnya mampu mengontrol kecanduan peserta didik terhadap gawai. Jika kita
coba menanyakan kepada anak usia SD untuk memilih satu di antara dua pilihan;
yaitu antara buku bacaan atau gawai, pasti mereka lebih banyak yang memilih
gawai untuk menghabiskan waktunya. Meski juga pemerintah telah menyiasati
dengan memanfaatkan gawai sebagai media edukasi, akan tetapi anak lebih
cenderung untuk memilih permainan yang jauh lebih seru bagi mereka.
Dikutip
dari kompas.com, berdasarkan data dari UNESCO, persentase minat baca anak Indonesia
sebesar 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya satu saja yang
memiliki minat baca. Tentu data tersebut sangat memprihatinkan. Dibandingkan dengan
Negara lain, Negara maju setiap penduduknya membaca 20 hingga 30 judul buku
setiap tahunnya. Sebaliknya di Indonesia, penduduknya hanya membaca paling
banyak tiga judul buku dan itupun masyarakat usia 0-10 tahun.
Minimnya
minat baca masyarakat Indonesia bisa berdampak negatif bagi mereka sendiri juga
bagi kemajuan Indonesia. Dampak negatif bagi individu yang tidak gemar membaca
salah satunya adalah mudah percaya dengan berita hoaks hingga informasi yang
bersifat fitnah. Maraknya penyebaran berita hoaks di Indonesia sudah menjadi
santapan setiap hari di berbagai media sosial. Bagi anak usia SD lebih parah
lagi, mereka tidak akan bisa memiliki imajinasi tentang harapan dan cita-cita
yang seharusnya mereka miliki dengan pengetahuan dari membaca buku. Di tambah perilaku
anak yang lebih suka melihat acara televise, bermain gawai, game online, serta
permainan lainnya yang bisa menurunkan minat baca danbelajar di usia mereka. Apa
jadinya 45 tahun di masa yang akan datang jika masalah ini tidak bisa diatasi
dengan baik.
Buku
sebagai jendela dunia, sudah nyata memberikan banyak manfaat bagi pembacanya. Jika
tubuh kita harus mengonsumsi makanan yang menyehatkan agar tetap hidup, maka otak
juga perlu mengonsumsi agar tetap kuat dan sehat seperti organ tubuh yang
lainnya. Apa yang harus dikonsumsi otak? Adalah bacaan sehat yang harus
dikonsumsi oleh otak. Dengan membaca beberapa menit, dapat membantu menekan
perkembangan hormon stress seperti hormone kortisol. Dengan membaca dapat
mencegah penyakit Alzheimer, demensia dan dapat membantu menurunkan tingkat
stress hingga 67% (manfaat.co.id). bagi anak usia SD tentunya dengan jumlah sel
otak yang masih bagus dan mudah menyerap informasi bisa sangat bermanfaat
sekali. Selain menyehatkan otak, membaca juga bisa menambah wawasan dan
pengetahuan, menambah kosakata dan meningkatkan kualitas memori ingatan pada
otak.
Dari
dampak negatif akibat kurang minatnya siswa dalam membaca dan juga banyak
manfaat dari kegiatan membaca buku, diharapkan guru SD bisa menanamkan
pengertian terhadap para siswa tentang manfaat membaca buku. Agar para siswa
menjadi lebih gemar membaca. Tentunya selain memberikan pengertian terhadap
para siswa, guru juga harus mampu memberikan pengertian terhadap orang tua
siswa agar turut aktif menanamkan kebiasaan membaca buku anaknya ketika di rumah.
Untuk menumbuhkembangakan minat baca, cara berikut mungkin bisa diterapkan
terhadap anak baik di rumah maupun di sekolah:
1. Memberikan
contoh
Seorang
guru harus bisa memberikan contoh kegemaran membaca buku kepada para siswa. Entah
itu ketika di sela-sela jam mengajar, istirahat atau saat jam sekolah telah
berakhir. Memberikan contoh ini lebih efektif daripada menyuruh memaksa anak
untuk harus membaca buku di setiap harinya. Dengan memberikan contoh membaca di
setiap kesempatan, secara tidak langsung para siswa memperhatikan tindakan guru
dan ketika siswa sudah penasaran, pasti dengan mudah siswa bisa kita ajak untuk
membaca buku.
2. Menyisipkan
cerita
Seorang
guru harus bisa menyisipkan cerita yang sangat seru, atau menceritakan ulang
cerita dari buku bacaan seusia anak SD di sela-sela proses pembelajaran. Penyisipan
cerita bisa menjadi hal yang mengasyikkan bagi siswa, apalagi di saat jam
pelajaran yang sulit dan jam-jam rawan mengantuk bagi siswa. Dengan pengalihan topik
pelajaran menjadi cerita dan pemenggalan cerita di bagian yang seru, bisa
membuat rasa penasaran bagi siswa sehingga mereka akan mencarinya pada buku
yang telah diberitahukan oleh guru.
3. Mampu
menginspirasi dan memotivasi
Seorang
guru harus bisa menginspirasi siswa. Inspirasi bisa didapatkan dari buku
bacaan. Buku biografi pahlawan misalnya. Dengan nada optimis, sampaikan
kalimat-kalimat motivasi yang pernah diungkapkan oleh tokoh-tokoh Indonesia maupun
luar negeri. Tunjukkan nama-nama tokoh hebat tersebut, serta jasa apa saja yang
telah ditorehkan untuk kebermanfaatan bagi umat manusia. Dan usahakan hindarkan
motivasi yang berupa gombalan perjuangan dalam menggapai cinta. Karena, masalah
cinta terhadap lawan jenis bisa disalah artikan oleh siswa SD.
4.
Membuat
grup baca
Setelah
ada ketertarikan siswa terhadap membaca buku, buatlah grup baca buku di
sekolah. Luangkan waktu sepulang sekolah selama 1 atau 2 jam untuk menjelajahi
perpustakaan di sekolah. Dampingi siswa dalam membaca buku. Libatkan diri anda
dengan mereka dalam diskusi kecil atau meminta siswa untuk menceritakan kembali
buku bacaan yang telah dibaca.
5. Ajak
berkarya
Untuk
lebih menambah kegemaran siswa dalam membaca buku, ajaklah mereka untuk
berkarya. Tentu bagi siswa yang sudah gemar mebaca, pastinya mereka akan
memiliki keinginan untuk menulis juga. Tantang siswa untuk menulis karangan
bebas. Dengan tanpa menggurui, galilah pemikiran ide-ide kreatif siswa dalam
menulis. Setelah berhasil menyelesaikan penulisan cerita, tingkatkan lagi
mental siswa, dengan cara mengikutkan siswa dalam berbagai lomba kepenulisan. Tidak
berhenti di situ, cobalah untuk membukukan tulisan-tulisan karangan siswa. Jadikan
tulisan-tulisan tersebut dalam sebuah buku yang bisa membanggakan bagi mereka. Untuk
yang terakhir ini, memang diperlukan biaya dalam proses penerbitan dan
penyetakannya.
Tidak
bisa dipungkiri, kemajuan teknologi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi
bisa bermanfaat, di sisi yang lainnya bisa menjerumuskan pada hal yang negatif.
Kaitannya dengan menumbuhkembangkan minat baca siswa, sebenarnya gawai juga
bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut. Ambil contoh pada aplikasi WATTPAD. Aplikasi
tersebut memberikan fasilitas kemudahan bagi kita untuk membaca berbagai jenis
karya sastra secara gratis dari penulis amatir hingga professional. Selain itu,
kita juga bisa menampilkan karya sastra kita dengan tema apapun pada aplikasi
tersebut. Dan pastinya karya kita bisa dibaca oleh pengguna aplikasi di seluruh
Indonesia. Tidak hanya itu saja, sudah banyak penulis amatir di aplikasi
tersebut yang tulisannya ditawar penerbit untuk diterbitkan. Pastinya menjadi
keuntungan bagi kita dengan royalti yang akan diberikan oleh penerbit atas
karya kita itu.
Sebenarnya,
media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram juga bisa dimanfaatkan
untuk menambah bahan bacaan dan juga menampilkan karya tulisan kita pada media
sosial tersebut. Akan tetapi, banyaknya berita hoaks dan penyalahgunaan yang
lainnya bisa menjadi boomerang bagi siswa dalam penggunaan media sosial
tersebut.
Peran
orang tua, guru serta masyarakat sangat berpengarh besar terhadap budaya
membaca bagi putra-putri penerus bangsa. Jangan sampai salah mendidik anak. Karena
anak merupakan asset paling berharga bagi maju-mundurnya suatu bangsa, terutama
bangsa Indonesia. “Bacalah! Bukan bakarlah!” ucap Pramoedya Anantatoer.